Tak pernah ada yang tahu, kapan kita harus meninggalkan bumi ini. Tak ada yang tahu pula apa yang akan kita jalani nanti.
Semua
sudah diatur sedemikian rupa oleh sang Pencipta, dan tugas kita hanya lah
menjalaninya tak lupa dengan kebaikan.
Tak
ada yang tau, orang di sekeliling kita adalah teman atau musuh, pengikut atau
penghianat, dan sebagainya.
Pada
masa kini, kita sering kali mendengar ungkapan “Harus pandai-pandai memilih
teman!” namun apa yang sebetulnya harus kita lakukan?
Jaman
dulu dan sekarang sangat lah berbeda, dulu ingin berteman pun harus dengan
orang yang sederajat, bila sekarang tidak sederajat pun sama. Kaya dan miskin
pun sama-sama besar sombongnya.
Tapi
ya mau begimana lagi? Kita tetep saja tidak bisa menghindari semua itu, karna
sudah di tetapkan sesuai takdir.
-
Louis.
Ungkapan
yang ku dengar ketika sampai di salah satu desa di kawasan Bogor. Aku sempat
bersekolah di desa, dengan alasan umurku yang kurang bila sekolah di kota. Awalnya aku asing dengan tempat ini,
tidak banyak teman berbicara, tidak banyak anak seumuran, yang ada orang-orang
yang sudah besar, dan juga lanjut usia, ya kali itu umur ku masih 6 tahun
kurang 3 bukan.
Tiga
bulan berlalu, aku masih saja tidak memiliki teman, namun suatu ketika aku
sedang pergi ke daerah bendungan, aku bertemu seorang anak kecil. Dia menyapa
ku saat itu, dan dari situ aku mengetahui namanya, yaitu Louis.
Empat
hari ku mengenalnya, bermain bersama di tempat yang sama, namun suatu ketika, ada
yang aneh dengan dirinya. Dia tidak pernah mengganti pakaiannya. Timbul banyak
pertanyaan yang muncul dipikiran ku saat itu, namun belum sempat aku menanyakan
itu. Louis menyatakan bahwa dirinya adakah Hantu.
Awalnya
aku menganggap itu hanyalah gurauan nya saja, namun ternyata setelah aku
melihatnya melayang, mataku terbuka lebar.
Louis
banyak bercerita kepada ku, tentang kehidupannya terdahuku sebelum ia
meninggal, namun tidak mungkin aku bisa menceritakan semuanya di dalam satu
cerita untuk dibaca oleh kalian, maka dari itu, aku akan menceritakan sedikit
dari kehidupan teman kecilku yang bernama Louis.
• • •
Kulit
putih, terdapat bintik-bintik coklat di dekat area hidung, berambut panjang
rada ikal. Memiliki hobby bermain piano. Bisa dibilang, ia salah satau anak
keturunan Belanda yang tidak suka pamer keyaan pada masanya itu, tidak seperti
teman sekolah nya yang selalu memamerkan barang-barang mewahnya. Walaupun ia
keluarga berada, namun sifatnya bertolak belakang dengan orang tuanya.
Sudah
sering kali ia di tegur dan di marahi oleh orang keluarganya bahwa orang
Belanda adalah orang yang memiliki kedudukan di atas segalanya, namun tetap
saja ia tidak menggubris.
Louis
sangatlah rendah hati, sesekali ia selalu memberikan sisa makanan yang ia punya
untuk di berikan kepada kaum pribumi.
Ia
pernah berpesan kepada ku “Setinggi
apapun derajat hidup kita! Masih ada lagi yang lebih tinggi, yaitu Tuhan. Semua
ini milik Tuhan, jadi jangan lah kau banggakan! “
Kalimat
itu yang ia ucapkan ketika aku memamerkan sebuah mainan baru kepadanya.
Saat
itu aku penasaran, bagaimana bisa ia meninggal, namun dengan kegirangan ia
bersedia untuk bercerita.
“Saat itu hari minggu, kami
sekeluarga biasa bepergian untuk beribadah bersama. Memang suasana kota bogor
saat itu sudah tidak terlalu ramai sejak kabarnya Nipon meninjakan kakinya di
Bandung. Kami belum ada rencana untuk kembali ke Netherland, kafna Ayahku masih
ada tugas di kota ini. Hari itu cerah, aku, Mama, Papa, dan juga satu supir ku
bernama Kang Asep, pergi menuju Gereja.
Sepanjang jalan aku hanya melihat
orang-orang pribumi yang sedang berkeja, tak sedikit pula bangsa Netherland
yang terlihat sedang berbicara.
Kami memiliki acara tersendiri,
setelah pulang dari gereja, kami akan pergi makan bersama dengan para bangsawan,
namun, belum kami sampai di gereja. Sebuat logam menembus kaca mobil yang
sedang kami naiki.
Seketika kami semua panik ketakutan,
tidak tau harus melakukan apa, dan lagi-lagi sebuah logam melesat cepat
menembus tubuh Kang Asep, dan hanya menyisakan kami bertiga. Mama dan juga
Papa, saling memeluk erat tubuh ku, aku ketakutan saat itu.
Seseorang datang lalu berdiri di
depan mobil, menodongkan senjata, lalu memuntahkan isi peluru itu keluar, yang
membuat semua yang aku lihat menjadi gelap. Aku hanya mendenganr suara teriakan
Papaku, dan juga suata Mama ku yang menangis, namun tak lama dari situ,
semuanya menjadi hening nan gelap. Aku tak lagi merasakan tubuhku.. “
Tamat.